Pernahkah kamu membeli suatu barang atau makanan yang tidak direncanakan sebelumnya?
Misalnya, ketika kamu pergi ke super market untuk membeli kebutuhan pokok bulanan, tapi ketika disana kamu juga membeli barang lain seperti boneka, makanan ringan, mainan, baju dan lainnya?
Jika pernah, tahukah kamu jika hal tersebut termasuk impulsive buying atau pembelian impulsif.
Impulsive buying adalah kebiasaan membeli barang tanpa memikirkan manfaat dan kebutuhan yang sebenarnya.
Perilaku ini sering kali membuat pelakunya merasa menyesal dan stres karena telah membeli barang yang tidak berguna dan menghabiskan uangnya dengan sia-sia. Meski begitu, mereka cenderung mengulanginya lagi.
Penyebab Impulsive Buying
Impulsive buying adalah suatu sikap yang berasal dari keinginan untuk membahagiakan diri sendiri. Pada beberapa orang, tindakan ini dapat melepaskan hormon endorfin dan dopamin di otak, sehingga muncul sensasi menyenangkan. Hal inilah yang mendorong pelakunya melakukan impulsive buying terus-menerus.
Di samping itu, beberapa penyebab seseorang melakukan impulsive buying adalah sebagai berikut:
1. FOMO (Fear of Missing Out)
Orang yang sering melakukan impulsive buying biasanya sangat memperhatikan gengsi dan status sosial. Contoh impulsive buying dalam hal ini adalah membeli baju dengan harga mahal, meski sebenarnya tidak diperlukan. Selain itu, perilaku ini juga dapat dipicu oleh FOMO (Fear of Missing Out), yaitu rasa takut ketinggalan tren baru.
2. Ingin Mendapat Kebahagiaan
Salah satu penyebab impulsive buying adalah keinginan untuk menciptakan kebahagiaan. Pasalnya, sifat impulsif sendiri berkaitan dengan pelepasan stres dan depresi. Sayangnya, kebahagiaan tersebut hanya bersifat sementara, justru berpotensi memberikan masalah setelahnya, seperti penyesalan.
3. Mudah Tergoda
Adanya berbagai promo yang menarik sering kali membuat seseorang sulit menahan godaan, sehingga cenderung melakukan pembelian tanpa berpikir panjang. Terlebih lagi, promo-promo tersebut biasanya memiliki waktu singkat, akhirnya timbul sifat impulsif.
4. Ingin Sesuatu yang Baru
Manusia merupakan makhluk yang cenderung dinamis, sehingga mudah berubah. Hal ini menyebabkan manusia mudah merasa bosan. Rasa bosan tersebut akhirnya memicu untuk membeli barang baru, meskipun barang lama masih bisa digunakan.
Dampak Impulsive Buying
Salah satu dampak impulsive buying yang kerap dirasakan adalah mengalami kesulitan keuangan di masa depan. Tapi apabila kebiasaan tersebut terus berlangsung, maka bisa memicu risiko munculnya penyakit mental, seperti gangguan cemas, gangguan suasana hati, gangguan makan, hingga gangguan kepribadian. Sehingga, akan lebih baik jika perilaku ini segera dihentikan.
Mental orang yang melakukan impulsive buying atau pembelian impulsif biasanya dikuasai oleh emosi. Beberapa emosi yang dapat memicu impulsive buying adalah: Rasa takut akan kehilangan momen (Fear of Missing Out), Stres, Kebahagiaan, Bosan.
Cara Mengatasi Impulsive Buying
Impulsive buying adalah perilaku yang sebenarnya pernah dialami oleh hampir semua orang. Kondisi ini dapat berujung menjadi compulsive buying yang merupakan kondisi lebih serius dan memerlukan bantuan terapis dalam mengatasinya.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghentikan perilaku impulsive buying adalah sebagai berikut:
1. Membuat Anggaran Keuangan
Buatlah rancangan mengenai berapa banyak uang yang harus dikeluarkan dalam waktu tertentu. Dengan begitu, kamu bisa lebih mudah mengontrol diri ketika ingin membeli sesuatu.
2. Menggunakan Uang Secara Bijak
3. Mencari Cara Lebih Sehat untuk Mengatasi Stres
Misalnya dengan berolahraga, berkebun, nonton film atau melakukan hobi.
4. Batasi Penggunaan Kartu Kredit
5. Meminta bantuan teman, pasangan, atau keluarga untuk mengontrol keuangan.
6. Membuat daftar belanja dan membuat komitmen pada diri sendiri untuk tidak membeli barang secara impimpulsif.l
7. Tetapkan Batas Saat Melakukan Self-Reward
Tips terakhir dalam mencegah impulsive buying adalah menetapkan batas saat melakukan self-reward. Kamu harus mengetahui kapan self-reward dilakukan dan batasi setiap bulannya. Sehingga kamu tidak terjebak dalam aktivitas impulsif berkedok self-reward.
Author
Sinta Guslia