Home / Rubrik / Berita

Dampak Buruk Hukuman Fisik Pada Tumbuh Kembang Anak

gambar-headline
Bandung Post Views: 87

Sejumlah orang tua berpikir memberi hukuman fisik seperti memukul, menampar, mencubit atau menendang anak bisa menciptakan kedisiplinan. Namun tahukah kamu jika hukuman fisik bisa memberikan dampak buruk pada tumbuh kembang dan kondisi psikologi anak

 

Dilansir dari beberapa sumber, ada beberapa dampak buruk yang akan menimpa anak jika sering mendapat hukuman fisik, berikut dampaknya :

 

1. Mengimitasi atau mengikuti perilaku yang ditampilkan oleh orangtua.

Anak merupakan seorang peniru ulung. Anak-anak akan meniru apa yang mereka lihat dan dengar, termasuk gerakan, kata-kata, dan emosi orang tuanya. Mereka akan meniru perilaku orang tua dimana saja seperti di rumah, sekolah maupun tempat bermain. Jika anak sering mendapatkan hukuman fisik, maka kemungkinan besar dia akan melakukan kekerasan fisik kepada teman atau lingkungan sekitar.

 

2. Luka Fisik Hingga Kecacatan

Banyak beredar kasus kekerasan fisik terhadap anak yang sangat merugikan anak secara fisiologis tubuh. Ketika orang tua tega melakukan kekerasan fisik, image yang terbangun di kepala anak adalah orang tuanya sangat menyeramkan. Apakah image seperti ini yang diharapkan para orang tua?

Apabila orang tua memandang anak sebagai anugrah, tidak mungkin sampai tega melihat tubuh anaknya mengalami luka hingga tak jarang mengalami kecacatan fisik. 

 

3. Anak Belajar Melawan Orang Tua

Respon psikis anak sebagai dampak hukuman fisik bisa bermacam-maca rupa, salah satunya dengan menjadi anak yang sangat agresif. Melalui hukuman fisik yang anak terima, maka anak secara otomatis belajar untuk melindungi dirinya dengan cara melawan balik orang tua.

Sebab-akibat yang ditimbulkan ini tentu sangat tidak sehat, apalagi orang tua tidak mau menurunkan egonya.

 

4. Hubungan Anak dan Orang Tua Tidak Harmonis

Karena terjadi suasana yang panas dan diliputi dengan tekanan mental yang bercampur aduk di kepala anak, maka dampak yang jelas akan terjadi adalah hubungan anak dan orang tua menjadi tidak harmonis.

Anak akan cenderung menganggap kehadiran orang tua tidak semulia yang digambarkan pada keluarga-keluarga lain. Secara otomatis, rasa hormat anak pada orang tua menjadi hilang.

 

5. Menimbulkan Depresi dan Trauma

Semua yang berhubungan dengan kekerasan pasti akan meninggalkan bekas trauma yang mendalam pada penerimanya. Trauma tersebut bisa mengganggu aktivitas sehari-hari dengan munculnya tekanan dan proses terjadinya depresi yang mempengaruhi jalan pikiran yang seharusnya berjalan dengan baik-baik saja.

 

Kita sebagai orang tua tentu tidak ingin anak kita tumbuh menjadi individu yang memiliki luka batin yang tidak dapat disembuhkan. Tetapi, faktanya memberikan hukuman fisik membawa dampak psikologis yang berat pada kebanyakan anak. Proses penyembuhan dirinya membutuhkan waktu dan bantuan dari para ahli.

Dampak psikologis ini dibarengi dengan perasaan hilangnya harga diri, merendahkan diri, merasa tidak berdaya, sehingga berpengaruh terhadap keseluruhan pola pikir anak.

 

6. Memicu Anak Menyakiti Dirinya Sendiri 

Selain membuat anak belajar melawan orang tua, hukuman fisik juga bisa memicu perilaku yang justru merusak dirinya sendiri, dengan cara menyakiti tubuhnya sendiri dengan benda-benda tajam. Perilaku ini biasanya dilakukan karena anak merasa harus melepaskan lukanya, tetapi anak tidak tahu harus melakukan apa untuk me-release rasa sakit tersebut.

 

Dampak hukuman fisik yang membuat anak melakukan self-injury (seperti, memukul kepala dengan benda) dianggap menjadi salah satu pelepas stress akibat tekanan yang dirasakan, yang diharapkan dapat mengurangi beban perasaan dan pikirannya. Buruknya, dampak ini bisa berlanjut hingga ke tingkat keinginan bunuh diri ketika anak mulai beranjak remaja dan mengenal istilah bunuh diri. 

 

 

7. Menghindari Risiko, Anak Memilih Berbohong

Dampak perasaan takut dan cemas yang ditimbulkan dari hukuman fisik biasanya akan diproses di dalam pikiran. Anak yang tertekan akan memikirkan cara yang paling aman supaya tidak sering mendapatkan perlakuan kasar dari orang tua, salah satunya dengan berlatih berbohong.

Berbohong menjadi cara bertahan hidup anak untuk menghindari kesalahan yang memicu hukuman fisik. Selain itu, anak tidak mungkin bisa secara bebas dan leluasa terbuka tentang apa saja yang dialaminya kepada orang tua.

 

9. Meningkatkan Perilaku Anti Moral

Hukuman fisik berdampak pada timbulnya pemberontakan terhadap nilai-nilai moral yang dianggap tidak berguna sekalipun diterapkan. Ketika anak memiliki perilaku anti moral, ia tidak akan menunjukkan kepedulian terhadap benar atau salahnya secara moral.

 

10. Gangguan Perkembangan Kognitif dan Penurunan Keberhasilan Akademik

Hukuman fisik pada anak berdampak pada kerusakan pada bagian otak yang dapat mengganggu perkembangan berpikir anak. Kerusakan otak ini bisa memicu penurunan IQ pula, yang berhubungan pula dengan kemampuan belajar dan akademik .

 

11. Memungkinkan Terjadinya Pergaulan Bebas

Dampak hukuman fisik terburuk adalah merangsang keinginan anak untuk melampaui batas kewajaran dengan cara masuk ke dalam pergaulan bebas dan tidak bertanggung jawab ketika beranjak remaja dan dewasa. Perbuatan ini diasumsikan sebagai cara anak untuk mendapatkan perhatian dari orang secara tidak langsung.

Maksudnya, ini menjadi peringatan bagi orang tua bahwa dampak dari tindakan orang tua yang menyakiti perasaan anak bisa berpengaruh besar terhadap perkembangan psikologis anak. Anak merasa orang tua mesti bertanggung jawab, sekaligus satu-satunya lingkaran pertemanan yang membuatnya melupakan tekanan mental di dalam diri anak.

Pertemuan dengan zat-zat adiktif, obat-obatan, gaya hidup liar dan melanggar norma, tawuran, dan perilaku kurang sehat lainnya menjadi pelarian anak dari pola asuh orang tua yang dianggap tidak manusiawi.

 

12. Menurunnya Gairah Hidup

Dari semua dampak yang telah disebutkan, semuanya mengarah pada satu titik rendah di dalam diri anak yang mengalami hukuman fisik, yaitu menurunnya gairah hidup untuk berkembang menjadi manusia berkualitas unggul.

Jika orang tuanya saja memperlakukan anaknya seperti itu, maka tidak ada alasan untuk anak mengembangkan potensi dan kelebihan yang anak miliki. Dampak-dampak buruk yang saling berkaitan tadi menjadi alarm bagi para orang tua bahwa pemberian hukuman secara fisik bisa menjauhkan anak dari karakteristik kesehatan mental yang sehat.

 

Kejadian-kejadian yang melibatkan pengalaman emosional cenderung bertahan lebih lama dalam ingatan dan dapat mempengaruhi banyak aspek dari seseorang. Merah bekas dicubit mungkin hilang dalam beberapa hari, tapi apa yang ia pikirkan, rasakan, sampai kapan kejadian itu dibawa dalam dirinya? Siapa yg tahu? Salah satu penelitian menyebutkan bahwa anak yang sering dipukul, memiliki risiko dua kali lebih besar untuk mengalami masalah kesehatan mental di kemudian hari.  

 

 

Pejuang kebaikan, kita harus mengenalkan pada anak mengenai konsekuensi. Jika anak melakukan kesalahan, jangan memberikan mereka hukuman tapi beritahu mereka konsekuensi dari kesalahan tersebut. Karena hukuman dan konsekuensi itu berbeda. Hukuman tidak membantu anak belajar, sementara konsekuensi membuat anak belajar.

 

Berikut contohnya.

Jika anak menumpahkan makanan, contoh konsekuensi: membereskan makanan yang berantakan sedangkan contoh hukuman: dimarahi. 

Jik anak melompat-lompat di kasur hingga kasur menjadi kotor, contoh konsekuensi: ajak anak untuk membersihkan kasur sedangkan contoh hukuman: sabet pake sapu lidi.

 

Saat diberikan hukuman fisik, anak mungkin mengubah perilakunya, tapi hanya karena takut, bukan karena “belajar”. Karena tidak ada proses 'belajar' dari hukuman fisik, maka perilaku yang tidak diharapkan dari anak akan sangat mungkin muncul lagi besok-besoknya.

 

 

Semoga bermanfaat 

 

 


Author

img-author

Sinta Guslia

8 bulan yang lalu