Bagi kita umat Muslim yang sedang berpergian ke suatu tempat, namun kebingungan atau merasa khawatir akan terlewat untuk melaksanakan sholat fardhu, kita bisa melakukan qashar sholat namun dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Safar secara bahasa “وضح وانكشف” (jelas dan tersingkap). Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam (3:451) menjelaskan bahwa Safar dikatakan seperti itu sebab safar itu akan menyingkap kelakuan dan akhlak para musafir. Yang sebelumnya tidak terlihat menjadi tampak.
Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah disebutkan, safar secara bahasa berarti,
قَطْعُ الْمَسَافَةِ الْبَعِيدَةِ .
“Memangkas jarak yang jauh.”
Secara istilah, safar adalah,
الْخُرُوجُ عَلَى قَصْدِ قَطْعِ مَسَافَةِ الْقَصْرِ الشَّرْعِيَّةِ فَمَا فَوْقَهَا
“Keluar dengan tujuan menempuh jarak minimal secara standar syari yang sudah boleh mengqashar shalat.”
Dalam Mu’jam Lughah Al-Fuqaha, hlm. 245, safar berarti,
الخُرُوْجُ عَنْ عِمَارَةِ مَوْطِنِ الاِقَامَةِ قَاصِدًا مَكَانًا يَبْعُدُ مَسَافَةُ يَصِحُّ فِيْهَا قَصْرٌ
“Keluar bepergian meninggalkan batas bangunan terakhir dari negeri mukim dengan maksud menuju tempat yang jarak antara negeri mukim tadi dengan tempat tujuan membolehkan orang yang bepergian tersebut untuk mengqashar shalat.”
Berikut ini ialah syarat safar, dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah dijelaskan tentang syarat safar yang dapat menjadikan hukum berubah seperti boleh mengqashar shalat, boleh tidak puasa, dan dibolehkannya mengusap khuf yaitu
Apabila kita menempuh jarak minimal secara syari, menurut jumhur ulama Syafiiyyah, Malikiyyah, dan Hambali yakni empat burud. Shalat yang terdiri dari empat rakaat (Dzuhur, Ashar dan Isya). Apabila kita sudah meninggalkan tempat mukim atau rumah terakhir di kota atau batas kota. Dan bukan perjalanan untuk berbuat maksiat, bukan ‘AASHIYAN BI SAFARIHI, yaitu sejak awal safar memiliki niat maksiat.
Tata cara shalat ketika Safar kita bisa melakukan qashar, yang pelaksanaannya sama seperti shalat fardhu hanya saja jumlah rakaat dan niatnya berbeda.
Berikut adalah lafal niat qashar untuk shalat Dzuhur, Ashar, dan Isya,
Shalat Dzuhur
أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ قَصْرًا للهِ تَعَالَى
Ushallî fardhaz dzuhri rak’ataini mustaqibilal qiblati qashran lillâhi ta’âlâ
“Saya shalat fardhu Dzuhur dua rakaat dengan menghadap kiblat, fardhu, qashar, karena Allah ta’ala.”
Shalat Ashar
أُصَلِّيْ فَرْضَ العَصْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ قَصْرًا للهِ تَعَالَى
Ushallî fardhal ‘ashri rak’ataini mustaqibilal qiblati qashran lillâhi ta’âlâ
“Saya shalat fardhu Ashar dua rakaat dengan menghadap kiblat, fardhu, qashar, karena Allah ta’ala.”
Shalat Isya
أُصَلِّيْ فَرْضَ العِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ قَصْرًا للهِ تَعَالَى
Ushallî fardhal ‘isya’i rak’ataini mustaqibilal qiblati qashran lillâhi ta’âlâ
“Saya shalat fardhu Isya dua rakaat dengan menghadap kiblat, fardhu, qashar, karena Allah ta’ala.”
Author
Ridho Nur Hidayatulloh